Menjaga, Taat Menjaga Kawasan KSDA Meski Hak 'Dirampas'

21 Desember 2022, 21:56 WIB
Menjaga yang terletak di bibir pantai dan dikelilingi bukit-bukit indah dalam kawasan KSDA Wae Wuul. /Labuan Bajo Terkini/Marianus Susanto Edison

LABUAN BAJO TERKINI - Menjaga merupakan salah satu kawasan yang terletak sekitar 40 km arah barat Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Secara administratif, Menjaga merupakan bagian dari Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat. Menjaga masuk daftar kawasan yang paling diincar investor, terutama sejak Labuan Bajo menjadi destinasi wisata super premium.

Ini tak berlebihan. Sebab, Menjaga yang terletak di bibir pantai itu dikelilingi bukit-bukit indah yang masuk kawasan Cagar Alam Wae Wuul di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA).

Mayoritas warga Menjaga bermata pencaharian sebagai nelayan. Mereka juga menggarap kebun sebagai kegiatan sambilan. Mereka menanam kelapa, jambu mete, hingga jati.

Baca Juga: Polemik Panjang Proyek Geothermal Wae Sano, Bank Dunia Inginkan Kedua Kubu Duduk Bersama

Hanya saja, aktivitas berkebun ini belakangan sudah semakin berkurang. Itu terjadi setelah Balai KSDA melakukan rekon ulang lahan di sekitar kawasan Menjaga, sekitar tahun 2015 lalu.

Ketika itu, pilar-pilar milik Balai KSDA banyak yang dipasang di dalam kebun warga Menjaga. Beberapa pilar bahkan hanya berjarak beberapa meter dari rumah warga.

Warga mencoba melawan saat rekon ulang lahan tersebut dilakukan. Namun mereka tak berdaya. Warga pun menyerah dan membiarkan lahan kebun milik mereka "dirampas" dan "dikuasai" oleh Balai KSDA hingga kini.

"Kami sudah berjuang. Bahkan beberapa kali Saya diundang ke Jakarta, terkait hal ini. Tapi hasilnya sama saja. Kami hanya berharap, pemerintah tak menutup mata dengan kondisi kami di sini," kata Tu'a Golo Menjaga, Haji Syafrudin, saat dijumpai di kediamannya, di Menjaga, Minggu 18 Desember 2022 lalu.

Ketika itu, Haji Syafrudin berkumpul bersama puluhan warga usai menggelar rapat besar di kediaman Kepala Dusun Menjaga, Muhammad Tohir. Rapat tersebut digelar untuk menyikapi pemberitaan di media, terkait dugaan Tu'a Golo Menjaga bersama warga setempat menjual lahan yang masuk dalam kawasan KSDA.

Baca Juga: Warga Wae Sano Penuhi Undangan Pemerintah Hadiri Dialog dengan Perwakilan Bank Dunia

Haji Syafrudin menjelaskan, semula di masa kedaluan, pilar kawasan KSDA hanya ada di puncak bukit sesuai rekomendasi Dalu. Namun dari hasil rekon ulang lahan tahun 2015, pilar-pilar itu berubah hingga masuk ke kebun warga.

"Warga sudah menggarap lahan sejak dulu, jauh sebelum penetapan KSDA sekitar tahun 1973. Jadi agak aneh ketika belakangan ini, pilar KSDA itu masuk sampai ke kebun-kebun warga," ujar Haji Syafrudin.

Ia lalu mencontohkan kebun milik warga di Sokdudu, Menjaga, yang sudah digarap sejak era penjajahan Belanda. Salah satunya milik Haji Padora, di mana 99 persen kebunnya justru masuk kawasan KSDA.

"Itu hanya salah satu contoh. Masih banyak lagi yang lain. Padahal ada jati yang usianya sudah puluhan tahun, ada juga jambu mete dalam kebun," beber Haji Syafrudin, yang didampingi salah satu tokoh agama Menjaga Haji Safrin serta Kepala Dusun Menjaga Muhammad Tohir.

Kiri ke kanan: Kepala Dusun Menjaga Muhammad Tohir, tokoh agama Menjaga Haji Safrin, dan Tua Golo Menjaga Haji Syafrudin. Labuan Bajo Terkini/ Marianus Susanto Edison

Meradang Karena Tuduhan dan Pemberitaan Sepihak

Yang menarik, meski kebun-kebun sudah diklaim masuk kawasan, warga Menjaga tetap taat menjaga kawasan KSDA. Mereka pun meradang ketika ada pemberitaan di media yang menuding tokoh adat bersama warga setempat telah menjual lahan yang masuk dalam kawasan KSDA.

Itu pula sebabnya, mereka menggelar rapat besar di kediaman Kepala Dusun Menjaga, pada 18 Desember 2022. Selain Tu'a Golo Haji Syafrudin dan Kepala Dusun Muhammad Tohir, rapat tersebut juga dihadiri dua anggota BPD Desa Macang Tanggar; seluruh Ketua RT/ RW di Kampung Baru dan Kampung Lama; para tokoh agama dan tokoh masyarakat; serta warga.

"Terus terang warga kami di Menjaga ini merasa telah dirugikan akibat pemberitaan di media tersebut. Selama ini warga kami sangat taat menjaga kawasan, namun malah kami dituduh telah menjual lahan dalam kawasan," kata Muhammad Tohir, Kepala Dusun Menjaga, yang dikonfirmasi pada kesempatan yang sama.

Baca Juga: Enam Bulan Ikuti Pendidikan, Calon Guru Penggerak Pamerkan Hasil Karya di Labuan Bajo

Idealnya, menurut dia, pihak-pihak yang melayangkan tuduhan bahkan sampai melapor ke pihak kepolisian, melakukan penelusuran di lapangan terlebih dahulu. Demikian halnya dengan media.

"Jangan karena ada penyampaian atau laporan sepihak dari orang-orang tertentu, lalu langsung bicara di media. Mestinya dengar juga dari masyarakat di sini. Media juga begitu. Harusnya berita berimbang," tandas Muhammad Tohir.

Kawasan Cagar Alam Wae Wuul yang terletak di selatan Menjaga. Labuan Bajo Terkini/Marianus Susanto Edison

Bukan Lahan Dalam Kawasan KSDA

Muhammad Tohir pun membeberkan fakta terkait lahan yang diklaim berada dalam kawasan KSDA dan dijual tersebut, sesuai penjelasan Sahabung, Ketua Panitia Pembagian Tanah, dalam rapat bersama warga dan tokoh adat Menjaga.

Menurut dia, pada saat rekon ulang lahan oleh Balai KSDA tahun 2015, ternyata ada lahan yang berada di luar kawasan dan belum dibagikan kepada warga. Lokasinya dari Wae Watu hingga lereng bukit di bagian barat Menjaga.

"Jadi jelas ya, itu lahannya berada di antara kawasan dengan lahan warga. Dan itu sesuai hasil rekon ulang lahan oleh Balai KSDA tahun 2015," ujarnya.

Baca Juga: Bupati Lebak Larang Ibadah Natal di Maja, Forkoma PMKRI: Itu Melanggar Hak Asasi

Warga kemudian sepakat membentuk Panitia Pembagian Tanah. Panitia tersebut diketuai oleh Sahabung, warga Menjaga.

Selanjutnya sesuai kesepakatan dengan warga, tanah tersebut tidak dibagi karena bentuknya seperti selendang. Warga bersama panitia pun sepakat menjual "tanah selendang" itu.

"Kalau dibilang menjual tanah dalam kawasan, itu salah. Yang dijual itu adalah tanah yang seharusnya dibagi untuk warga. Dan tanah itu berada di luar kawasan KSDA," tegas Muhammad Tohir.

Untuk memudahkan administrasi saat penjualan, warga bersama panitia juga menyepakati rencana pembuatan jalan selebar 8 meter, yang memisahkan lahan kawasan KSDA dengan "tanah selendang".

"Nah kalau ada pihak-pihak tertentu menuduh tokoh adat dan warga Menjaga menjual lahan dalam kawasan, itu jelas fitnah. Kalau mau bukti, kami tantang untuk sama-sama turun ke lokasi. Supaya semuanya jelas," tandasnya.

Baca Juga: Pemerintah Gunakan 24.400 Aplikasi, Menkominfo: Tak Efisien!

Menurut Muhammad Tohir, sangat penting untuk verifikasi langsung ke lapangan, untuk mengakhiri perdebatan apakah tanah yang dijual itu benar ada dalam kawasan KSDA atau tidak.

"Jangan sampai ada fitnah terus-menerus untuk warga dan para tokoh adat Menjaga. Yang paling penting, jangan sampai tuduhan itu membuat nama baik Menjaga menjadi buruk di mata investor," kata Muhammad Tohir.

Sementara itu, sejumlah warga Menjaga mengaku masih mengkaji tuduhan pihak-pihak tertentu terkait hal ini. Warga berencana untuk melaporkan ke polisi pihak-pihak yang telah melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik warga dan tokoh adat Menjaga.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Tags

Terkini

Terpopuler