Saharudin menyebut, kebingungan masyarakat di tiga dusun itu beralasan karena selama ini seluruh administrasi kependudukan warga berurusan dengan Desa Batu Tiga. Warga di tiga dusun ini pun mendapatkan bantuan dari dana desa, termasuk urusan pembangunan fisik, dari Desa Batu Tiga.
"Sertifikat Prona tahun 2011 juga diurus oleh Desa Batu Tiga. Masyarakat bayar pajak tanah selama 20 tahun lebih juga ke Desa Batu Tiga. Fasilitas publik seperti Pustu, SD dan SMP juga semuanya secara administrasi berada di bawah Desa Batu Tiga," bebernya.
"Nah ketika selama 20 tahun lebih, sejak pemekaran 1997, nyata-nyata warga di tiga dusun ini berurusan dengan Desa Batu Tiga, kenapa sejak 2020 malah dibilang masuk wilayah administrasi Desa Pontianak?" tanya Saharudin.
Ia pun berharap, Pemkab Manggarai Barat segera menyelesaikan masalah ini. Jangan sampai membiarkan masyarakat larut dalam kebingungan dan keresahan panjang seperti saat ini.
"Harapan kami, masalah ini segera diselesaikan pemerintah. Kasihan masyarakat di tiga dusun ini. Semakin lama masalah ini dibiarkan, semakin lama tanah warga tidak diurus sertifikatnya, dan semakin menjauh juga investor. Padahal warga berharap investasi masuk ke sana, membuka lapangan kerja, sekaligus mendongkrak perekonomian masyarakat," harap Saharudin.
Suara Saharudin bersama warga Dusun Pasir Panjang, Dusun Pontianak, Dusun Pisang ini tentu mewakili harapan masyarakat umumnya di Labuan Bajo. Pemerintah mesti lebih cepat mengurai persoalan tanah di destinasi wisata super premium ini, jika ingin investasi menggeliat.***