Ini Lima Tips Politician Academy untuk Para Calon Kepala Daerah dan Caleg Petahana

29 November 2021, 10:58 WIB
Executive Director Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra. /Labuan Bajo Terkini/Marianus Susanto Edison

LABUAN BAJO TERKINI - Lembaga Konsultan Politik Politician Academy memberikan perhatian khusus pada fenomena tumbangnya mayoritas petahana dalam kontestasi politik di Nusa Tenggara Timur (NTT), baik di pentas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg).

Berikut ini Executive Director Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra, membagikan lima (5) tips untuk para calon kepada daerah dan calon anggota legislatif (Caleg), terutama bagi calon petahana di NTT agar lolos dari 'tradisi' petahana tumbang.

"Pertama, selama berkuasa, wajib menjalankan janji kampanye. Jika tidak, bisa dipastikan petahana akan gagal jika bertarung kembali," kata Bonggas Adhi Chandra, di Labuan Bajo, Senin 29 November 2021.

Bonggas Adhi Chandra sejak tanggal 23 November lalu berada di Flores, dan tampil sebagai narasumber dalam diskusi publik yang digelar Politician Academy Branch NTT 1 di empat kota, masing-masing di Ruteng, Bajawa, Mbay, dan Ende.

Baca Juga: Julie Laiskodat Dukung Rencana Keuskupan Ruteng Kembangkan Agrowisata Kopi Arabika

Kedua, selama memimpin harus fokus dengan standar kemajuan daerah, seperti pertumbuhan ekonomi, menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, hingga meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM).

"Ketiga, harus memahami kebutuhan masyarakat dan memenuhi itu, di luar janji kampanye tentunya," papar Bonggas Adhi Chandra, yang juga pendiri Politician Academy.

Keempat, harus mampu mengkomunikasikan dengan baik capaian atau keberhasilan selama memimpin kepada masyarakat.

Baca Juga: Togar Situmorang Siap Tarung di Pilgub DKI Jakarta, Usung 7 Program Prioritas

"Banyak yang capaiannya bagus, tapi gagal mengkomunikasikan itu dengan masyarakat. Akhirnya masyarakat berpikir, tidak ada keberhasilan. Ini harus diperbaiki, terutama oleh petahana," ujar Bonggas Adhi Chandra.

Kelima, mengubah strategi pemenangan. Menurut Bonggas Adhi Chandra, banyak dari petahana yang gagal karena masih menggunakan cara - cara pemenangan lima tahun sebelumnya.

"Kalau caranya masih sama seperti sebelumnya, itu bahaya. Kondisi pasti berubah, strategi juga tidak boleh sama. Cara kampanye harus disesuaikan," saran Bonggas Adhi Chandra.

Baca Juga: Ironi Ketang di Manggarai: Dulu Sentra Produksi Jeruk, Kini Malah Menjual Jeruk dari Bajawa

Sebelumnya dalam diskusi publik di empat kota di Flores, Bonggas Adhi Chandra mengupas khusus fenomena mayoritas Caleg dan calon kepala daerah di NTT yang tumbang, baik pada tiga Pilkada serentak (2017, 2018, 2020) maupun pada Pileg 2019.

Menurut dia, dalam analisis Politician Academy, ada lima (5) faktor utama yang membuat para petahana di NTT gagal dalam kontestasi politik.

Pertama, petahana tidak mampu menjalankan janji kampanye. Kedua, petahana gagal membawa kemajuan bagi daerah.

"Ada banyak indikator majunya satu daerah. Seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, tingkat pengangguran dan IPM. Bisa jadi indikator tersebut rata-rata di bawah, sehingga membuat kepercayaan pemilih kepada petahana menjadi turun," urainya.

Baca Juga: Ketua Umum Asparnas: Labuan Bajo Bisa Nyalip Bali, Ini Syaratnya

Ketiga, petahana tidak pandai mengkomunikasikan pencapaian selama periode kepemimpinan.

"Bisa juga petahana gagal, padahal ada kemajuan dan perbaikan. Mereka gagal karena tidak bagus mengomunikasikan kemajuannya dengan masyarakat. Masyarakat jadi tidak tahu ada kemajuan. Jadi di sini, manajemen komunikasinya penting sekali," tegas Doktor lulusan University of Queensland, Australia ini.

Baca Juga: Armand Maulana: Labuan Bajo Keren, Tak Usah Jauh-jauh ke Luar Negeri

Keempat, penantang atau kompetitor lebih menarik. Kelima, rakyat NTT sudah cerdas dalam memilih pemimpin.

"Salah satu ciri masyarakat yang cerdas dalam memimpin, kalau petahana gagal membawa perubahan, ya say good bye, tinggalkan," pungkas Bonggas Adhi Chandra, yang juga lulusan Magister (S2) Uppsala University, Swedia, ini.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Tags

Terkini

Terpopuler