Selain itu, perkawinan anak usia dini juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan melanggar HAM.
Bintang Puspayoga menambahkan, perkawinan dini menimbulkan dampak buruk bagi anak. Seperti memiliki kerentanan dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan, berisiko mengalami tindak kekerasan dan hidup dalam kemiskinan.
"Praktik perkawinan anak patut menjadi perhatian dan prioritas kita semua karena telah menimbulkan dampak yang sangat masif," tandasnya.
Baca Juga: Pemindahan IKN untuk Memastikan Visi Indonesia Emas 2045 Tercapai
"Anak yang menikah memiliki kerentanan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan, berisiko besar mengalami tindak kekerasan dan berpotensi memunculkan dampak buruk lainnya, termasuk pada persoalan kemiskinan lintas generasi," imbuh Bintang Puspayoga.
Ia juga mengingatkan potensi meningkatnya angka perkawinan anak pasca-pandemi Covid-19, dengan merujuk studi literatur UNFPA dan UNICEF yang menemukan risiko anak perempuan dinikahkan semakin tinggi dalam situasi setelah terjadinya bencana.
"Berdasarkan studi UNFPA pada 2020, terdapat potensi terjadinya sekitar 13 juta perkawinan anak di dunia pada rentang waktu 2020-2030 akibat pandemi ini," pungkas Bintang Puspayoga.***