LABUAN BAJO TERKINI- African Swine Fever (ASF) atau virus babi Afrika sangat meresahkan para peternak babi di Indonesia belakangan ini.
Tanpa ampun, virus ini menyerang babi-babi milik peternak dari yang berukuran kecil maupun besar.
Selain itu penyebaran ASF juga berlangsung cepat dan membuat para peternak merugi.
Baca Juga: Belum Sempat Dibawa ke Ende, Babi Bantuan dari Kementerian Pertanian Mati di Nagekeo Diserang ASF
Di NTT misalnya pada awal tahun 2023 ini, Dinas Peternakan NTT melaporkan telah ada 256 ekor babi yang mati mendadak dan tersebar di berbagai daerah.
Angka ini terbilang kecil jika dibandingkan pada tahun 2022 lalu. Saat itu 122 ribu ekor babi di provinsi kepulauan itu dilaporkan mati mendadak.
Akibatnya akumulasi kerugian tercatat hingga ratusan miliar rupiah. Lantas apa itu ASF? Apakah bisa dicegah? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Tentang ASF
Data yang dihimpun Labuan Bajo Terkini dari berbagai sumber, African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 %.
ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.
Baca Juga: 256 Ekor Babi di NTT Dilaporkan Mati Mendadak Diduga Karena ASF, Manggarai Raya Masih Aman
Tanda-tanda ASF
- Kemerahan di bagian perut, dada dan scrotum
- Diare berdarah
- Berkumpul bersama dan kemerahan pada telinga
- Demam (41 derajat Celsius), Konjungtivitis, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, kadang2 muntah, diare atau sembelit
- Pendarahan Kulit Sianosis
- Babi menjadi tertekan, telentang, kesulitan bernapas, tidak mau makan.
Cara penyebaran
ASF dapat ditularkan melalui beberapa hal seperti;
- Kontak langsung
- Serangga
- Pakaian
- Peralatan peternakan
- Kendaraan
- Pakan yang terkontaminasi
Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan.
Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas.
Tidak menjual babi/ karkas yang terkena penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya.
Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk pencegahan penyakit ASF.
Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor
Baca Juga: ASF Kembali Meresahkan Peternak di NTT, Lebih dari 200 Ekor Babi Dilaporkan Mati Mendadak
Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui
- pemasukan daging babi dan produk babi lainnya,
- sisa-sisa katering transportasi intersional baik dari laut maupun udara,
- orang yang terkontaminasi virus ASF
- kontak dengan babi di lingkungannya.
Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif untuk daerah yang berisiko tinggi
Upaya deteksi cepat melalui kapasitasi petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional.
Sedang dikaji untuk kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF
Pemerintah menghimbau agar provinsi lain dengan populasi babi yang tinggi, seperti NTT, Sulut, Kalbar, Sulsel, Bali, Jateng, Sulteng, Kepri, dan Papua agar waspada dan siap siaga terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ASF. Hal penting yang perlu dilakukan antara lain sosialiasi kepada peternak dan advokasi kepada pimpinan daerah terkait ancaman ASF.***