Indra Kenz Ditahan, Togar Situmorang Apresiasi Terobosan Bareskrim Polri

28 Februari 2022, 22:56 WIB
Praktisi hukum Advokat Togar Situmorang. /Labuan Bajo Terkini/Marianus Susanto Edison

LABUAN BAJO TERKINI - Indra Kesuma atau yang dikenal dengan nama Indra Kenz, tersangka kasus dugaan penipuan investasi bodong lewat aplikasi Binomo, telah ditahan tim Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri.

Selain terancam hukuman 20 tahun penjara, sejumlah aset Indra Kenz juga terancam disita pihak berwajib, termasuk kantor, rumah, dan mobil mewahnya. 

Sang crazy rich asal Medan ini dijerat pasal berlapis, seperti Pasal 45 ayat 2 Jo Pasal 27 ayat 2 UU ITE; Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 28 ayat 1 UU ITE; Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU); Pasal 5 UU TPPU; serta Pasal 378 Jo Pasal 55.

Kerja cepat polisi dalam memproses laporan masyarakat hingga menahan Indra Kenz, mendapat apresiasi dari praktisi hukum Advokat Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMed, CLA.

Baca Juga: Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Surya Paloh: NasDem Tak Tertarik Bahas Ini

Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana ini bahkan menyebut, apa yang dilakukan Bareskrim Polri ini merupakan sebuah terobosan.

"Adagum hukum 'Nit Agit Exemplum Litem Quo Resolvit' bermakna menyelesaikan suatu perkara dengan mengambil contoh perkara lain sama halnya dengan tidak menyelesaikan perkara tersebut," tuturnya, kepada Labuan Bajo Terkini, Senin 28 Februari 2022.

Karena itu, imbuh advokat berdarah Batak kelahiran Jakarta ini, penetapan tersangka dan penanganan atas tindak pidana ini merupakan terobosan tepat dari Bareskrim Polri.

"Karena mentracing aset Indra Kesuma untuk mengusut aliran dana dari aplikasi Binomo yang digunakan termasuk penelusuran rekening koran dan flash disk berisi konten juga bukti transaksi deposit dan withdraw hingga akun Gmail tersangka serta handphone, merupakan sebuah terobosan," imbuh Togar Situmorang.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Berani Cukur Gundul Demi Hal Ini

Praktisi hukum yang sangat berpengalaman dalam menangani perkara TPPU ini menambahkan, dalam TPPU pihak kepolisian wajib membuktikan bahwa ada upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana, sehingga seolah-olah tampak menjadi harta yang sah.

Ia menjelaskan, pencucian uang atau money laundering muncul di Amerika Serikat pada tahun 1920. Ketika itu, mafia di Amerika Serikat memperoleh uang hasil kejahatan seperti pemerasan, narkotika, hingga prostitusi.

Hasil uang tersebut mereka gunakan untuk membeli perusahaaan atau membangun usaha yang sah dan resmi sebagai strategi usaha menggabungkan uang haram hasil kejahatan dengan uang sah hasil dari hasil kegiatan usaha resmi dan usaha pencucian pakaian yang terbesar saat itu yang diberi nama Loundromats.

Baca Juga: 12 Jam Hilang, Dua Nelayan di NTT Ditemukan dalam Keadaan Selamat

Di Indonesia sendiri, demikian Togar Situmorang, tindak pidana ini diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ia kemudian merinci beberapa tindak pidana yang diatur dalam UU TPPU ini.

Pertama, menempatkan, mentransferkan, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta.

Baca Juga: Presiden Jokowi Kurangi Jumlah Penonton MotoGP di Sirkuit Mandalika

Kedua, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak - hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

Ketiga, menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui dan patut diduga merupakan hasil kejahatan.

"Adapun alur praktik pencucian uang ada tiga langkah dasar yaitu placement (penempatan dana), layering (aktifitas usaha), integration (penggabungan usaha)," jelasnya.

"Dalam tiap langkah dilakukan secara acak dan sangat rapi, agar tidak terlihat atau terlacak secara mudah sehingga semua aktivitas seolah resmi dan sah," lanjut Togar Situmorang.

Baca Juga: Presiden Jokowi Kurangi Jumlah Penonton MotoGP di Sirkuit Mandalika

Terkait penyitaan harta kekayaan, menurut dia, dalam perkara TPPU berlaku prinsip bila harta kekayaan diperoleh pada kurun waktu pidana itu dilakukan atau sebagai hasil dari tindak pidana itu.

"Dalam hal ini, dapat terlihat dari waktu kekayaan tersebut diperoleh masih dalam waktu perbuatan pidana dilakukan atau tidak, sesuai dengan aturan Pasal 39 ayat 1 KUHAP," ujarnya.

Proses penyitaan, pemilik Law Firm Togar Situmorang ini, merupakan suatu upaya paksa yang menjadi bagian dari tahap penyidikan.

"Sedangkan proses paksa terjadi setelah ada putusan incracht berkekuatan hukum tetap dari hakim," tegas Togar Situmorang, yang disebut-sebut akan maju sebagai calon gubernur pada Pilgub DKI Jakarta mendatang.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Tags

Terkini

Terpopuler