Geothermal Wae Sano Mengganggu Ruang Hidup, Yando Zakaria: Itu Misinformasi!

- 4 Februari 2022, 21:05 WIB
Antropolog dan peneliti sosial yang juga Penasehat Senior Kepala Kantor Staf Presiden Drs R Yando Zakaria.
Antropolog dan peneliti sosial yang juga Penasehat Senior Kepala Kantor Staf Presiden Drs R Yando Zakaria. /Labuan Bajo Terkini/HO-PT Geo Dipa Energi

LABUAN BAJO TERKINI - Penolakan terhadap kegiatan eksplorasi panas bumi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terus berlangsung hingga saat ini.

Ada beberapa isu penting yang disuarakan kelompok yang menolak kegiatan eksplorasi geothermal Wae Sano ini. Satu di antaranya yang paling sering dilontarkan adalah kegiatan geothermal Wae Sano akan menggangu bahkan merusak ruang hidup.

Isu lainnya adalah eksplorasi dan eksploitasi panas bumi sama seperti tambang, panas bumi disamakan dengan gas bumi, hingga ke hal mistis kegiatan pengeboran bisa membuat nenek moyang marah.

Baca Juga: Bupati Manggarai Barat: Masyarakat Wae Sano Sudah Setujui Proyek Geothermal, Tahapan Jalan Terus

Isu-isu yang belakangan terus disuarakan kelompok penolak geothermal Wae Sano ini pun diluruskan oleh Penasehat Senior Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Drs R Yando Zakaria.

"Itu semua misinformasi! Itu keliru," ujar Yando Zakaria, di Labuan Bajo, Jumat 4 Februari 2022.

Antropolog dan peneliti sosial ini tak menampik, sejak awal sosialisasi terkait kegiatan eksplorasi dan eksploitasi geothermal Wae Sano ini sangat minim. Akibatnya, masyarakat justru mengonsumsi informasi yang keliru.

"Saya kira harus diakui bahwa selama ini baik pemerintah maupun pelaksana proyek sedikit alpa memberikan informasi sejak awal. Akhirnya banyak misinformasi yang diterima masyarakat, dan mudah sekali diplintir," tandas Yando Zakaria.

Baca Juga: Masyarakat Adat Wae Sano Dukung Proyek Geothermal, Tegaskan Tak Ada Konflik Horizontal

Soal isu mengganggu ruang hidup misalnya, ia memastikan bahwa informasi tersebut jauh dari akurat. Pasalnya, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi umumnya hanya membutuhkan ruang yang kecil.

Terkait geothermal Wae Sano, menurut dia, diperkirakan luas Wae Sano kurang lebih 300 hektar. Adapun penggunaan ruang untuk seluruh kegiatan proyek termasuk pembangunan jalan hingga titik bor, tidak lebih dari 18 hektar.

"Jadi kalau dibilang mengganggu ruang hidup, saya pastikan itu keliru. Itu misinformasi," tegas Yando Zakaria.

Baca Juga: Ini 15 Kegiatan Eksplorasi Geothermal Wae Sano, Paling Akhir Pengeboran

Terkait isu lainnya, dimana geotermal disamakan dengan tambang, ia juga menepisnya. Begitu pula isu panas bumi sama dengan gas bumi, merupakan pandangan yang keliru.

Akibat misinformasi ini, demikian Yando Zakaria, akhirnya diplintir seolah-olah geothermal Wae Sano nantinya bisa berisiko seperti bencana banjir lumpur panas Sidoarjo, atau yang lebih dikenal oleh publik dengan nama Lumpur Lapindo, di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

"Jadi perlu kami luruskan, panas bumi beda dengan tambang umumnya. Panas bumi juga bukan gas bumi. Ini dua hal yang berbeda," ucapnya, sekaligus meluruskan isu bahwa geothermal akan menyemburkan gas beracun.

Baca Juga: Gaduh Geothermal Wae Sano, Marten Mitar: Kalau Bukan Ahli, Jangan Bicara Seolah-olah Ahli

Isu lain yang berkembang adalah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi geothermal Wae Sano dikaitkan dengan kebisingan dan polusi berupa debu.

"Soal kebisingan, sejauh yang saya tahu, suara bising itu tidak lebih dari suara seperti hujan deras. Dan itu tidak berlangsung 24 jam sehari. Toh pasti ada mitigasi. Juga dibangun penghalang," jelas Yando Zakaria.

Menurut dia, sejauh ini sudah ada lebih dari 30 kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sangat minim sekali kecelakaan apalagi kerugian sebagaimana banyak diisukan.

Baca Juga: Pemilik Lahan Titik Pengeboran Geothermal Wae Sano: Bermanfaat Bagi Banyak Orang, Saya Rela

Yando Zakaria menjelaskan, negara-negara di dunia saat ini mendorong pemanfaatan energi alternatif dan terbarukan, termasuk di antaranya panas bumi.

Pemanfaatan panas bumi dalam konteks Indonesia dan dunia umumnya, lanjut dia, terkait dengan situasi global belakangan ini di mana sumber - sumber energi yang selama ini dominan digunakan sudah tidak bersahabat, termasuk batu bara.

"Jadi yang selama ini digunakan itu tidak saja daya dukungnya habis, karena sumbernya tidak terbarukan, tetapi juga tidak bersahabat dengan lingkungan. Itu sebabnya didorong pemanfaatan energi alternatif dan terbarukan, salah satunya panas bumi," bebernya.

"Panas bumi ini energi alternatif dan terbarukan, karena tidak akan habis. Bahkan ada yang sudah beroperasi sampai 100 tahun. Panas bumi juga bersahabat dengan lingkungan, masuk kategori green energy," pungkas Yando Zakaria.***

Editor: Marianus Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x