Antara Kasus Arteria Dahlan dan Edy Mulyadi, Ini Pendapat Hukum Togar Situmorang

- 7 Februari 2022, 07:41 WIB
Advokat Togar Situmorang.
Advokat Togar Situmorang. /Labuan Bajo Terkini/HO-Putu Yasa

LABUAN BAJO TERKINI - Perhatian publik tertuju pada dua kasus yang sedang ditangani pihak kepolisian, yakni kasus Arteria Dahlan dan Edy Mulyadi.

Sebagian masyarakat melihat ada perbedaan perlakuan institusi kepolisian terhadap Arteria Dahlan yang adalah anggota Komisi III DPR RI dengan Edy Mulyadi.

Arteria Dahlan misalnya tetap bebas, walau diduga tersangkut permasalahan hukum tentang SARA menyusul kritiknya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi yang menggunakan Bahasa Sunda saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI.

Adapun Edy Mulyadi, telah ditetapkan sebagai Tersangka dan telah ditahan di Bareskrim Polri. Ia ditahan terkait dugaan ujaran kebencian karena melakukan tindak pidana penghinaan dengan menyebut Kalimantan sebagai 'tempat jin buang anak'.

Baca Juga: MotoGP Mandalika, Gubernur NTB Berharap Kuota Tiket Gratis Bagi Warga Lokal

Terhadap dua kasus hukum yang dilaporkan masyarakat ke polisi ini, advokat senior Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMed, CLA pun memberikan pendapat hukumnya, Senin 7 Februari 2022.

Ia menegaskan, permasalahan hukum antara Arteria Dahlan dan Edy Mulyadi pada prinsipnya sangat berbeda. Sebab ruang serta maksud atau niat terkait ada atau tidaknya suatu perbuatan pidana, jelas tidak sama.

Togar Situmorang pun berkeyakinan bahwa pihak kepolisian telah memperhatikan serta mempertimbangkan rangkaian peristiwa hukum antara Arteria Dahlan dan Edy Mulyadi, sehingga tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

"Apalagi proses semuanya sudah diterangkan kepada publik melalui Humas Polri secara terbuka," kata Togar Situmorang.

Baca Juga: Ingatkan Kader Partai Demokrat, AHY: Untuk Menang Tak Cukup Hanya Modal Hasil Survei

Ia berpendapat bahwa Arteria Dahlan, dalam kasusnya, sama sekali tidak ada niat untuk melakukan provokasi atau berujar serta berucap untuk kebencian serta merendahkan martabat Bahasa Sunda.

Belum lagi kapasitas Arteria Dahlan sebagai anggota Komisi III DPR RI, melekat hak imunitas sesuai aturan hukum Pasal 24 UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR RI, DPD dan DPRD (UU MD3).

"Jadi secara formil dalam aturan, apa yang disampaikan Arteria Dahlan adalah hak. Ia juga berhak bertanya atau bahkan melarang sesuatu penggunaan bahasa kesukuan dalam rapat resmi, karena tidak semua yang hadir bisa memahaminya," tandas Togar Situmorang.

Baca Juga: Dukung Prabowo Subianto Capres 2024, Gerindra Bali Mulai Bergerak

Ia lalu mencontohkan dalam persidangan, di mana untuk bertanya atau meminta saksi dalam persidangan resmi yang dipimpin oleh Majelis Hakim, seorang advokat berhak bertanya atau meminta menggunakan bahasa umum yang dapat dimengerti yaitu Bahasa Indonesia.

Dalam kaitan itu, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan.

"Hal ini sesuai UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 15 dan Pasal 16 Jo Putusan MK Nomor 26/ PUU-IX/ 2013 dalam Pasal 16," jelas advokat kelahiran Jakarta berdarah Batak ini.

Baca Juga: Ketua Umum PBNU: NTT Miniatur Indonesia yang Berwatak Maritim

Dengan demikian, menurut Togar Situmorang, maka secara materiil sesuai aturan hukum, tidak terdapat kata-kata dari Arteria Dahlan yang mengarah pada ujaran kebencian, apalagi hal itu disampaikan dalam forum resmi.

"Pihak kepolisian sudah sangat tepat untuk tidak melanjutkan penyelidikan ke penyidikan atas perkara Arteria Dahlan yang telah dilaporkan Masyarakat Adat Sunda ini," kata kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana itu.

Pemilik Law Firm Togar Situmorang ini pun berharap masyarakat dapat menghormati proses hukum di Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya ini.

Sebab prinsipnya, dalam kasus Arteria Dahlan memang tidak memenuhi unsur ujaran kebencian sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE.

Baca Juga: UMP di 5 Provinsi Tak Sesuai Formula dalam PP 36, Salah Satunya NTT

"Adagium persamaan hak kedudukan masyarakat dalam hukum atau equality before the law dalam Pasal 27 ayat 1 Undang Undang Dasar 1945 harus menjadi pedoman utama dan menjadi prinsip dasar yang harus dipegang teguh semua lapisan," ajaknya.

Dalam tatanan bernegara, lanjut dia, ada aturan hukum dan wajib menjunjung azas praduga tidak bersalah atau presumption of innocence.

Karena itu, demikian Togar Situmorang, negara wajib melindungi setiap hak warga negara dalam konteks persamaan hukum.

"Artinya apabila pihak kepolisian secara transparan menghentikan laporan terhadap Arteria Dahlan maka harus dihormati, sehingga suatu perkara ada kepastian hukum dan adagium hukum bukan sekadar slogan tanpa arti," pungkas Togar Situmorang.***

Editor: Marianus Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x