Kelima, mengubah strategi pemenangan. Menurut Bonggas Adhi Chandra, banyak dari petahana yang gagal karena masih menggunakan cara - cara pemenangan lima tahun sebelumnya.
"Kalau caranya masih sama seperti sebelumnya, itu bahaya. Kondisi pasti berubah, strategi juga tidak boleh sama. Cara kampanye harus disesuaikan," saran Bonggas Adhi Chandra.
Baca Juga: Ironi Ketang di Manggarai: Dulu Sentra Produksi Jeruk, Kini Malah Menjual Jeruk dari Bajawa
Sebelumnya dalam diskusi publik di empat kota di Flores, Bonggas Adhi Chandra mengupas khusus fenomena mayoritas Caleg dan calon kepala daerah di NTT yang tumbang, baik pada tiga Pilkada serentak (2017, 2018, 2020) maupun pada Pileg 2019.
Menurut dia, dalam analisis Politician Academy, ada lima (5) faktor utama yang membuat para petahana di NTT gagal dalam kontestasi politik.
Pertama, petahana tidak mampu menjalankan janji kampanye. Kedua, petahana gagal membawa kemajuan bagi daerah.
"Ada banyak indikator majunya satu daerah. Seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, tingkat pengangguran dan IPM. Bisa jadi indikator tersebut rata-rata di bawah, sehingga membuat kepercayaan pemilih kepada petahana menjadi turun," urainya.
Baca Juga: Ketua Umum Asparnas: Labuan Bajo Bisa Nyalip Bali, Ini Syaratnya
Ketiga, petahana tidak pandai mengkomunikasikan pencapaian selama periode kepemimpinan.
"Bisa juga petahana gagal, padahal ada kemajuan dan perbaikan. Mereka gagal karena tidak bagus mengomunikasikan kemajuannya dengan masyarakat. Masyarakat jadi tidak tahu ada kemajuan. Jadi di sini, manajemen komunikasinya penting sekali," tegas Doktor lulusan University of Queensland, Australia ini.