Calon Ketua AEKI NTT, Handrianus Yovin Karwayu, mengatakan, AEKI NTT dibentuk untuk mendukung para petani kopi, agar lebih optimal dalam memproduksi kopi yang berkualitas. Sehingga bisa bernilai jual tinggi.
Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, kata dia, NTT masuk dalam 10 besar provinsi penghasil kopi di Indonesia. Rata-rata produksi Kopi NTT mencapai 24 ribu ton per tahun.
Namun, kondisi ini dirasakan belum memberikan dampak positif bagi petani Kopi di NTT.
"Sebagai penggerak usaha kopi, saya melihat 70 persen kopi kita belum diolah secara maksimal, sehingga masih dijual secara komersial dengan harga yang jauh di bawah pasar," ujar Yovin.
Baca Juga: Julie Laiskodat Fasilitasi Ivan Gunawan dan Top 9 Miss Grand International Kunjungi Labuan Bajo
Ia menjelaskan, harga biji kopi yang dijual murah iti dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya kualitas biji kopi yang tidak sesuai dengan standar ekspor yang berlaku.
Karena itu, ehadiran AEKI NTT yang merupakan Amasosiasi pengusaha kopi diharapkan mampu memberikan pendampingan, pelatihan serta mengakomodir hasil kopi petani di NTT. Sehingga, berdampak pada kesejahteraan para petani kopi di NTT.
Untuk sekarang, dikarenakan industri kopi di Indonesia mulai meningkat, sehingga AEKI bertransformasi bukan hanya eksportir, tetaapi industrinya. Industri itu artinya mulai dari petani hingga ke konsumen yang menjadi hilirnya.
"Ekosistemnya itu ekosistem kopi, kalau dulu AEKI sebatas trading, export dan import. Kalau sekarang AEKI itu masuk juga dalam industri, yang termasuk industri kopi adalah mulai dari kebun, petani, prosesnya, pasca panen, roasting, retail, hinggah ke konsumen," ujarnya.