Untuk itu, diperlukan ragam kegiatan pemberdayaan perempuan agar bisa mengurangi risiko bencana.
Selain itu, perlu strategi penanganan bencana secara holistik dengan tidak mengenyampingkan responsif gender yang berbasis pada hak korban, dimulai dari tahap tanggap darurat sampai tahap pemulihan dan rekonstruksi.
Baca Juga: Atas Izin Presiden Jokowi, Gubernur Laiskodat Mengaku Bisa Pukul Bupati yang Gagal Urus Stunting
Dengan demikian, kata Prasinta Dewi, jumlah korban dapat dicegah atau dikurangi dan hak-hak korban jiwa maupun korban selamat juga terlindungi.
Menurut dia, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana, diharapkan menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang penanggulangan bencana.
Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. Upaya Penguatan kapasitas akan meminimalkan risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi.
“Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat,” tegas Prasinta Dewi.***