BNPB: Perempuan Berisiko Meninggal 14 Kali Lebih Besar Saat Bencana

- 4 Maret 2022, 20:20 WIB
BNPB merilis tambahan 12 bencana alam di seluruh Indonesia Jumat 4 Maret 2022, dari sebelumnya 777 bencana menjadi 789 bencana.
BNPB merilis tambahan 12 bencana alam di seluruh Indonesia Jumat 4 Maret 2022, dari sebelumnya 777 bencana menjadi 789 bencana. /HO-BNPB

LABUAN BAJO TERKINI – Deputi Pencegahan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Prasinta Dewi mengingatkan bahaa perempuan memiliki kemungkinan berhadapan dengan ancaman bencana alam yang lebih besar.

Ia mengutip kajian Oxfam, di mana dalam setiap terjadi bencana alam, nonalam dan bahkan konflik sosial, terdapat 60 sampai dengan 70 persen korban adalah perempuan dan anak serta lanjut usia (lansia), termasuk di dalamnya kelompok disabilitas.

“Perempuan dan anak-anak berisiko meninggal 14 kali lebih besar daripada pria dewasa,” papar Prasinta Dewi, mengutip Kristina Peterson dalam 'Gender Issues in Disaster Responses', dalam webinar yang diikuti, Jumat 4 Maret 2022.

Baca Juga: 913 Tambahan Kasus Positif Covid-19 di NTT, Dua Meninggal Dunia

Dalam webinar 'Partisipasi dan Kepemimpinan Perempuan Lokal dalam Manajemen Penanggulangan Bencana' ini, ia menyebut, perempuan sesungguhnya memiliki potensi untuk mengambil peran yang sangat penting dalam penanggulangan bencana.

Peran tersebut dapat dijalankan dalam setiap tahapan penanggulangan bencana, mulai dari prabencana, saat tanggap darurat, hingga masa pemulihan.

Konteks ini didukung BNPB dalam upaya mewujudkan masyarakat tangguh. Namun demikian, kelompok perempuan juga harus mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kesetaraan akses, kapabilitas, sumber daya, dan peluang yang setara.

Baca Juga: Togar Situmorang: Menunda Pemilu 2024 Itu Inkonstitusional

Menurut Prasinta Dewi, minimnya akses informasi dan keterlibatan perempuan dalam sosialisasi kebencanaan di tingkat dusun dan desa, menjadi salah satu penyebab tingginya angka korban perempuan akibat kejadian bencana.

Di sisi lain, ketidakhadiran perempuan dalam kegiatan pendidikan bencana, sosialisasi, penyuluhan, latihan atau simulasi kebencanaan, membuat pengetahuan dan keterampilan mereka terkait pencegahan dan penanggulangan bencana menjadi minim.

Pengetahuan yang terbatas soal mengenal gejala alam dan teknik penyelamatan diri, kata dia, membawa konsekuensi perempuan lebih rentan menjadi korban bencana.

“Pada banyak kasus, perempuan sulit menyelamatkan diri saat bencana terjadi karena dihadapkan dengan berbagai macam situasi domestik atau rumah tangga,” tandas Prasinta Dewi.

Baca Juga: Survei LSI: Mayoritas Responden Tolak Wacana Menunda Pemilu 2024

Kondisi itu terjadi, imbuh, karena perempuan dalam pandangan sosial masyarakat menempatkan dirinya di wilayah domestik.

Hal ini berdampak pada minimnya akses sumber daya, informasi, mobilitas individu, jaminan tempat tinggal dan pekerjaan.

“Dengan demikian, bencana dan kerentanan yang dihadapi bukan terbentuk secara natural, tetapi dikonstruksikan secara sosial ataupun budaya,” ujar Prasinta Dewi.

BNPB, lanjut dia, banyak menemukan para korban bencana dari kaum perempuan dalam posisi berada dekat dengan anak-anaknya atau berada di samping orang tua (lansia).

Baca Juga: Protes Penolakan Proyek Geothermal Wae Sano Terus Berlanjut, Warga Kembali Datangi Kantor Bupati

“Hal ini disebabkan karena naluri perempuan yang ingin melindungi keluarga dan anak-anaknya seringkali membuat mereka mengabaikan keselamatan diri sendiri, sehingga kemampuan dirinya untuk melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan dan penyelamatan diri menjadi berkurang," ucapnya.

"Artinya secara kodrat, perempuan itu selalu ingin melindungi anak-anak dan anggota keluarga lainnya,” imbuh Prasinta Dewi.

Untuk itu, diperlukan ragam kegiatan pemberdayaan perempuan agar bisa mengurangi risiko bencana.

Selain itu, perlu strategi penanganan bencana secara holistik dengan tidak mengenyampingkan responsif gender yang berbasis pada hak korban, dimulai dari tahap tanggap darurat sampai tahap pemulihan dan rekonstruksi.

Baca Juga: Atas Izin Presiden Jokowi, Gubernur Laiskodat Mengaku Bisa Pukul Bupati yang Gagal Urus Stunting

Dengan demikian, kata Prasinta Dewi, jumlah korban dapat dicegah atau dikurangi dan hak-hak korban jiwa maupun korban selamat juga terlindungi.

Menurut dia, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana, diharapkan menjadi perangkat penting mengintegrasikan pendekatan gender di bidang penanggulangan bencana.

Penguatan kapasitas kelompok perempuan mutlak dilakukan. Upaya Penguatan kapasitas akan meminimalkan risiko bencana akibat ancaman yang dihadapi.

“Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas, maka tingkat ketahanan atau resiliensi merekapun akan meningkat,” tegas Prasinta Dewi.***

Editor: Marianus Susanto Edison


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x