Childfree Lagi Ramai, Jangan Takut Punya Anak

- 13 Februari 2023, 09:05 WIB
Childfree Lagi Ramai, Jangan Takut Punya Anak
Childfree Lagi Ramai, Jangan Takut Punya Anak /Labuan Bajo Terkini /Dok. Pribadi Jefrin Haryanto

LABUAN BAJO TERKINI- Tren childfree yang belum lama ini mencuat, menarik perhatian banyak masyarakat. Isu childfree menjadi viral lewat polemik di media sosial yang membahas soal pernyataan Gita Savitri. Dampaknya, ada sebagian pihak yang pro, dan lainnya yang kontra.

Mengutip laman Fertility Smarts, childfree adalah tren yang dipakai bagi orang dewasa yang tidak memiliki anak, baik secara biologis atau adopsi. Istilah ini disematkan kepada mereka yang secara sengaja memilih untuk tidak punya anak, atau terhadap mereka yang tidak mampu memiliki anak karena tidak subur.

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seorang atau pasangan suami istri enggan untuk punya anak. Sebagaimana dalam jurnal berjudul childfree Perspektif Hukum Islam, ada beberapa ahli yang mengemukakan alasan chidfree menjadi pilihan. Menurut Maria Bicharova & Irena Lebedeva, faktor psikologis dan ekonomi menjadi alasan childfree.

Baca Juga: Jangan Biarkan Si Kecil Diasuh Gawai, Antisipasi Beberapa Bahaya ini

Rudolf Santana berpendapat bila wanita enggan mengandung karena; tingginya biaya hidup, proses melahirkan yang dianggap menyakitkan, khawatir tubuh tak lagi bagus, tidak ingin dan tak mampu mengurus anak, serta fokus mengejar karir.

Fakta menarik adalah orang beranggapan punya anak itu repot dan merepotkan. Orang-orang penganut childfree agak gencar mengkampanyekan soal ini. Catatan saya, itu benar, tapi jangan dikampanyekan secara keliru. Artinya, kampanyenya bagus untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang punya anak. Maksudnya, kalau mau punya, sadari dulu konsekuensinya. Tapi jangan sampai itu jadi kampanye dengan tujuan untuk membuat status punya anak itu jadi serba negatif.

Dalam setiap urusan selalu terkandung sisi nikmat dan tidak nikmat. Saya membiasakan untuk melihat dari berbagai sisi. Dengan berbagai konsekuensi beratnya, punya anak itu punya berbagai kenikmatan.

Apa saja? Bagi saya, berinteraksi dengan anak itu menyenangkan. Sejak remaja saya sudah biasa berinteraksi dengan anak-anak saudara atau anak-anak tetangga. Anak-anak dengan keceriaan, kepolosan, serta kelucuannya, adalah teman berinteraksi yang menyenangkan.

Bagi saya mengasuh anak itu adalah pelaksanaan ide dan gagasan. Yang saya pelajari tentang perkembangan dan pendidikan, bisa saya terapkan dalam perkembangan anak. Seperti kita punya idealisme, tidak hanya dalam pikiran, tapi dipraktikkan dalam kenyataan.

Baca Juga: Penanganan Stunting di Matim, Jefrin Haryanto : Harus Audit Metodologi

Punya anak itu seperti perjalanan. Kita rencanakan, kita nikmati. Lha, semua perjalanan itu melelahkan. Tapi nikmatnya ada sepanjang perjalanan, bukan sekadar saat kita tiba di tujuan.

Seiring pertumbuhan anak, banyak hal yang jadi pelajaran dan latihan buat kita. Latihan kesabaran mungkin adalah puncak dari semua latihan. Sejak anak belum lahir sudah banyak latihan kesabaran yang harus dilakukan.

Ketika istri saya hamil, mual-mualnya lumayan parah. Saya buatkan berbagai jenis makanan. Eh, nggak dimakan. Eneg, katanya. Biasanya saya kesal. Tapi dalam hal ini, saya harus berpikir panjang betul. Berempati pada kondisi kehamilan. Kemudian memaklumi. Lalu masak lagi. Ketika anak belajar makan pun begitu. Sudah jungkir balik bikin makanan, anak tidak mau menyantapnya. Akhirnya saya makan sendiri.

Bulan-bulan pertama setelah kelahiran anak pertama adalah masa kritis saya. Saat itu saya sedang menulis satu proyek buku, sambil menyelesaikan riset. Kerja di kampus sudah sangat melelahkan. Tiba di rumah, ingin istirahat. Tapi anak rewel. Pernah saya kesal banget sampai teriak. Eh, anak saya lihatin saya, kemudian nyengir. Itu jam 3 pagi. Saya cuma bisa menangis, lalu tertawa.

Itu adalah latihan mental yang luar biasa bagi saya. Sadar bahwa ada banyak hal yang tidak bisa saya kendalikan. Bagi saya itu pengalaman spiritual yang sangat besar.

Lalu anak-anak tumbuh besar dengan segala dinamikanya. Masalah makin  tambah banyak. Tapi sekali lagi, semua adalah sarana belajar belaka.

Kini anak-anak saya mulai beranjak dewasa. Kebahagiaan saya sekarang adalah, apa yang dulu saya bayangkan sebagian besar terjadi. Anak-anak tumbuh jadi anak-anak yang baik. Anak-anak saya sejak kecil tidak pernah tantrum. Saat remaja juga nyaris tanpa konflik, baik dengan kami sebagai orang tua, maupun antaranak. Mereka tumbuh jadi anak-anak yang hangat. Tumbuh menjadi bestie bagi saudaranya.

Baca Juga: Program Peduli Teman, Inovasi P2KBP3A Matim Cegah Kasus Pengakhiran Hidup Secara Tidak Wajar

Ada banyak lagi keindahan dan kenikmatan punya anak. Tentu saja itu hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang menginginkannya. Persis seperti orang yang mau bepergian tadi. Yang tidak ingin dan tidak suka, akan menganggap semua urusan perjalanan itu kerepotan belaka. Yang ingin dan suka, sangat menikmatinya.

Yang tidak boleh ada adalah keluh kesah dan penyesalan. Percayalah, punya anak itu penuh siksaan kalau Anda sering mengeluh, apalagi menyesalinya. Karena itu sejak awal tegaskan dulu, mau punya anak atau tidak. Kalau cuma mau enaknya saja, maka buanglah spe*** pada tempatnya. ***

Penulis : Jefrin Haryanto (Praktisi Psikologi/ Kepala Dinas P2KB3A Manggarai Timur

Editor: Silvester Yunani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x