Tim Advokasi Korban Mafia Tanah Sepang- Nggieng Manggarai Barat Apresiasi Penegak Hukum

- 18 Februari 2021, 17:02 WIB
Para tersangka saat selesai menjalankan pemeriksaan selama 6 Jam/LABUAN BAJO TERKINI
Para tersangka saat selesai menjalankan pemeriksaan selama 6 Jam/LABUAN BAJO TERKINI /

LABUAN BAJO TERKINI- Tim advokasi korban mafia tanah Sepang- Nggieng, yakin Petrus Selestinus, RM Benny Susetyo, dan Yohanes Erlyanto Semaun  mengapresiasi aparat penegak hukum yang telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di Desa Batu Tiga, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Rabu (17/2/2021).

"Masyarakat adat Sepang-Nggieng, Kecamatan Boleng sungguh berterima kasih kepada Kepolisian dan Kejaksaan atas penetapan enam tersangka terkait kasus perampasan hak tanah ulayat milik mereka," ujar Setara Institut Perwakilan Masyarakat Adat Sepang-Nggieng, Yohanes Erlyanto Semaun melalui press realese yang diterima LABUAN BAJO TERKINI, Kamis 18 Februari 2021.

Semaun mengatakan penetapan enam tersangka diharapkan akan menjadi langkah awal sekaligus penentu dalam upaya membongkar sindikat mafia tanah.

Kata dia, sindikat mafia tanah yang berkolaborasi dengan oknum Kantor Pertanahan di Labuan Bajo, telah merampas hak atas tanah ulayat dengan memanipulasi data fisik dan data yuridis dalam menerbitkan ratusan sertifikat.

Bahkan, sejauh yang sudah menjadi percakapan publik melalui media massa, 563 sertifikat telah diterbitkan untuk ratusan hektar tanah ulayat milik Sepang-Nggieng.

"Belasan bahkan puluhan sertifikat dibuat atas nama satu orang, sementara tidak ada warga ulayat pun yang mendapatkan sertifikat. Sungguh menyakitkan," tegas Semaun.

Proses sertifikasi ungkap dia, dilakukan tanpa didukung data fisik dan data yuridis sesuai ketentuan PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

"Obyek tanah ulayat Sepang-Nggieng yang disertifikatkan jelas-jelas terletak jauh pada daratan Pulau Flores dan Pulau Sebabi, tetapi data yuridisnya diterbitkan oleh otoritas Desa Batu Tiga di Pulau Boleng, yang terletak di luar daratan Pulau Flores dan Pulau Sebabi, serta terpisah oleh laut," kata dia.

Semaun menerangkan secara yuridis dan geografis, Desa Batu Tiga berdasarkan SK Kabupaten Manggarai No.20 Tahun 1996 hanya mencakup Pulau Boleng dan Pulau Medang, yang terpisah oleh laut dengan daratan Pulau Flores dan Pulau Sebabi.

"Ini jelas proses pembuatan sertifikat berdasarkan kesepakatan kejahatan itu dilakukan dengan melibatkan calon pembeli (calon pemilik sertifikat), aparat Desa Batu Tiga, dan oknum di Kantor Pertanahan Labuan Bajo, Manggarai Barat," tegasnya.

Ia menyampaikan, aparat desa yang terlibat adalah Nasarudin, yang menjadi Kepala Desa Batu Tiga selama tahun 2010-2020.

"Jelaslah, Nasarudin tahu persis batas-batas wilayah Desa Batu Tiga, tetapi berani-beraninya mengeluarkan alas hak palsu," katanya.

Kendati demikian Semaun menduga Nasarudin tidak bertindak sendirian.

Dengan menggunakan alas hak yang dibuat Nasarudin, oknum di Kantor Pertanahan Labuan Bajo langsung saja memproses penerbitan sertifikat, meski tanpa tanda tangan Camat Boleng selaku ex officio PPAT.

Kantor Pertanahan kemudian melakukan pengukuran tanah yang hendak disertifikatkan.

Namun petugas pengukuran, entah dengan sengaja atau tidak, mengabaikan dan tidak mempedulikan, apakah tanah yang diukur benar-benar berada di wilayah yuridis Desa Batu Tiga, atau tidak.

Berbagai kejanggalan pun muncul pada penetapan batas-batas tanah yang disertifikatkan. Dalam sejumlah sertifikat misalnya disebutkan, tanah berbatasan dengan jalan raya Trans Flores.

Namun faktanya justru jauh dari jalan raya Trans Flores, yang memang baru dibangun tahun 2019.

Hasil pengukuran tanah, yang penuh manipulatif dan sarat kekacauan ini diproses lebih lanjut oleh Kantor Pertanahan dengan menggelar Sidang Panitia A, yang seharusnya bertugas melakukan penelitian atas data yuridis, subyek dan obyek fisik bidang tanah.

 

Rupanya Panitia A tidak melakukan tugasnya secara bertanggung jawab. Bukan tidak mungkin, sidang Panitia A  dilakukan di kantor saja, atau jangan-jangan tidak dilakukan sama sekali," katanya.

Hasil proses yang penuh manipulatif ini kata dia, berujung pada penerbitan 563 sertifikat bermasalah karena berisi data yuridis dan data fisik bidang tanah yang palsu.

Dikatakan, sindikat mafia juga terungkap dengan merekayasa pengangkatan Tu’a Golo (Tua Adat) untuk mengeluarkan alas hak atas tanah ulayat dalam proses pembuatan sertifikat.

Hasil tim adokasi kata Semaun, masyarakat adat yang selama ini hidup tenteram, aman dan nyaman dalam lahan warisan leluhur, yang mencakup sekitar 10.000 hektar, kini mulai merasa terancam dan terdesak.

Ia menyampaikan kegelisahan dan ketegangan ini berpotensi memicu konflik horizontal, jika hak atas tanah ulayat masyarakat adat tidak segera dikembalikan.

"Mereka mendesak penyitaan dan pemusnahan ratusan sertifikat yang terbit di atas lahan komunal atau pribadi sejumlah warga Sepang-Nggieng," ujarnya.

Semaun mengatakan upaya hukum sudah dilakukan dengan melapor kasus perampasan hak tanah ini ke Mabes Polri, serta menggugat Badan Pertanahan Labuan Bajo ke PTUN Kupang.

Hasilnya, Bareskrim telah menetapkan 11 orang, termasuk beberapa oknum di Badan Pertanahan Labuan Bajo, sebagai tersangka.

Sementara  PTUN Kupang telah membatalkan sejumlah sertifikat dan berkekuatan hukum tetap.

Kantor Pertanahan Labuan Bajo yang digugat dan dinyatakan kalah oleh PTUN Kupang.

Dikatakan, masyarakat adat Sepang-Nggieng sangat berharap Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) segera menyita dan memusnahkan 563 sertifikat yang cacat administrasi itu.

"Pembatalan sertifikat tidak hanya mengembalikan harga diri, tetapi sekaligus memberi hidup bagi ribuan warga masyarakat adat Sepang-Nggieng sampai generasi penerusnya di tanah warisan leluhurnya," ujarnya.

 Sebelumnya, jaksa telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan dokumen palsu, Rabu (17/2/2021) malam sekitar pukul 19.13.

Kasi Intelejen Kejari Mabar, Putu A. Sutadharma, menerangkan enam tersangka yang ditahan, yakni Baharudin Bin Makuaseng (71), Nasarudin Bin Abdul Muin (52), Hataming Bin Abdul Salam (63), Ruslin Bin Abdul Saing (50), Hindong Binti Abdul Saing (62), Sahrir Bin Msidik Saing (37).

Dijelaskan, penahanan enam tersangka karena terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen guna mengurus penerbitan sertifikat ratusan hektare lahan di Desa Batu Tiga.

Atas perbuatannya jelas Putu, para pelaku dijerat 263 ayat 1 KUHP jonto pasal 55 ayat 1 KUHP atau 263 ayat 2 KUHP jonto pasal 55 ayat 1 KUHP.

"Semua tersangka dijerat pasal 263
Ancaman hukumannya 6 tahun penjara," katanya.

Editor: Silvester Yunani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x