SETARA Institute: Menunda Pemilu 2024 Sama Dengan Membangkang Konstitusi

8 Maret 2022, 11:03 WIB
Tangkapan Layar - Logo SETARA Institute. /YouTube/@Suara SETARA

LABUAN BAJO TERKINI - Wacana menunda Pemilu 2024 terus menggelinding. Isu penundaan kontestasi lima tahunan itu menjadi bola panas setelah dilemparkan oleh beberapa elit di lingkungan parlemen.

Wacana inipun mendapat perhatian khusus dari SETARA Institute. Lembaga yang dinakhodai Hendardi itu merespons wacana ini dengan beberapa poin pernyataan sikap.

Pertama, apapun alasannya, menunda Pemilu adalah bentuk pembangkangan terhadap Pasal 22E ayat (1) Konstitusi.

Apabila stabilitas ekonomi dijadikan dalil utama penundaan Pemilu, seolah pemerintah lupa bahwa pemindahan Ibu Kota Negara justru dilakukan begitu saja di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: NTT Tunjukkan Tren Peningkatan Kasus Harian Covid-19

"Untuk itu, SETARA Institute mengingatkan elit politik, baik di lingkungan parlemen maupun istana, untuk tidak membuat kegaduhan dengan usulan perubahan rencana ketatanegaraan yang tak berlandaskan urgensi yang nyata," tegas Sayyidatul Insiyah, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, melalui keterangan resmi yang diterima Labuan Bajo Terkini, Selasa 8 Maret 2022.

Kedua, usulan menunda Pemilu 2024 merupakan aspirasi para pengusaha dengan dalil perlunya waktu untuk memulihkan stabilitas ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

"Atas hal tersebut, SETARA Institute kembali mengingatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan pengusaha," ujarnya.

Baca Juga: Siap Sukseskan G20, Bupati Edi: Jangan Cemas Datang ke Labuan Bajo

Rakyat yang dimaksud konstitusi, demikian Sayyidatul Insiyah, tentu seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir kelompok saja, apalagi golongan elit pengusaha.

Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya, lanjut dia, seharusnya menjadi refleksi betapa negara seolah acap kali disetir oleh kelompok tertentu dan negara menjadi alat pemuas kepentingan kelompok tertentu dengan mengabaikan pemenuhan hak-hak rakyat, mulai dari UU Minerba, UU Cipta Kerja hingga UU Ibu Kota Negara.

"Harusnya negara berefleksi betapa terlalu gegabahnya pemerintah selama ini dalam mengambil sikap tanpa memperhatikan hak-hak rakyat. Negara Indonesia seharusnya dijalankan dari, untuk, dan oleh rakyat, bukan dari, untuk, dan oleh pengusaha semata," tandas Sayyidatul Insiyah.

Baca Juga: Polres Manggarai Barat Amankan 20 Unit Sepeda Motor Asal Surabaya

Ketiga, SETARA Institute mengingatkan bahwa Pemilu tidak hanya sebagai kontestasi penyaluran suara rakyat semata, namun juga sebagai momentum regenerasi aktor-aktor politik negara.

Terlebih, rezim Presiden Jokowi saat ini telah menginjak pada dua tahun periode kepemimpinannya. Jangan sampai singgasana Presiden terus melanggeng hingga melebihi 10 tahun lamanya.

"Selain tidak sesuai dengan desain konstitusional negara, fenomena tersebut juga akan semakin membuka celah terjadinya power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely, yaitu kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak benar-benar korup," pungkas Sayyidatul Insiyah.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Tags

Terkini

Terpopuler