122 Kasus Konflik Pertanahan Ditolak Kementerian ATR, DPR: Jangan 'Cuci Tangan'

19 Januari 2022, 06:37 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil. /Instagram/@sofyan.djalil

LABUAN BAJO TERKINI - Komisi II DPR RI meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar tak cuci tangan terkait konflik pertanahan di Indonesia.

Permintaan tersebut menyusul pemaparan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI terkait 751 kasus konflik pertanahan yang telah ditangani kementerian ini sepanjang tahun 2021.

Dari total 751 kasus ini, sebanyak 319 kasus di antaranya ditindaklanjuti. Adapun 310 kasus belum bisa ditindaklanjuti.

"Sementara 122 kasus terpaksa tidak dapat ditindaklanjuti atau ditolak karena bukan kewenangan ATR BPN, melainkan kewenangan dari KLHK," kata Sofyan Djalil.

Baca Juga: Sah! Ibu Kota Negara Pindah ke Kalimantan, Namanya Nusantara

Khusus untuk 319 kasus yang ditindaklanjuti Kementerian ATR/BPN, demikian Sofyan Djalil ditemukan di antaranya sebanyak 63 kasus mafia tanah.

Paparan ini langsung disorot wakil rakyat. Sorotan terutama terkait 122 kasus konflik pertanahan yang ditolak Kementerian ATR/BPN tahun 2021.

"Kementerian ATR/BPN harus menunjukkan bahwa 'kami punya hak', jadi jangan dilempar ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," tandas Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR RI Junimart Girsang, dalam Raker Komisi II DPR bersama Kementrian ATR/BPN di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022.

"Laporan-laporan seperti ini yang banyak kami terima di DPR, tanah sudah dimiliki masyarakat dan sudah bersertifikat, tiba-tiba jadi kawasan hutan," imbuhnya.

Baca Juga: Segera Daftar! UPTD BLK Disnakertranskop UKM Manggarai Barat Gelar Pelatihan Berbasis Kompetensi

Junimart Girsang menegaskan, tidak ada alasan bagi Kementerian ATR/BPN untuk 'cuci tangan' terkait kasus konflik pertanahan, meskipun BPN hanya memiliki kewenangan sebesar 33 persen dari seluruh tanah di Indonesia. Adapun KLHK memiliki kewenangan sebesar 67 persen.

"Tentang konflik yang Menteri ATR/BPN sebutkan bahwa konflik pertanahan kewenangan ATR dan kewenangan KLHK, saya tidak setuju dengan istilah Pak Menteri. Kalau alasannya karena mereka (KLHK) punya kewenangan 67 persen, lama-lama habis tanah kita," tandasnya.

"Hak rakyat adalah hukum tertinggi sehingga tidak ada lagi permukiman masyarakat yang sudah dihuni puluhan tahun secara turun-temurun, lalu tiba-tiba bisa diklaim menjadi kawasan hutan," pungkas Junimart Girsang.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler