KOI Bangun Pusat Pembelajaran Kelor Pertama di Asia Tenggara

14 Februari 2022, 07:50 WIB
Daun Kelor. /Labuan Bajo Terkini/Marianus Susanto Edison

LABUAN BAJO TERKINI - PT Kelor Organik Indonesia (KOI) akan mengembangkan Pusat Pembelajaran Kelor pertama di Asia Tenggara.

KOI memastikan akan membangun Pusat Pembelajaran Kelor tersebut di Kelurahan Tipo, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Rencana KOI ini mendapat dukungan penuh dari Pemkot Palu. Terutama terkait suplai bahan baku.

“Saya sudah tinjau dan Pemkot Palu akan mengupayakan pengembangan agar suplai bahan baku untuk pabrik sekaligus Pusat Pembelajaran Kelor ini bisa terpenuhi,” kata Wali Kota Palu Hadianto Rasyid, saat melakukan kunjungan di pabrik pembelajaran kelor, di Kota Palu, Minggu 13 Februari 2022.

Baca Juga: Hari Kasih Sayang 14 Februari, Dari Festival Lupercalia Hingga Surat Cinta Valentine

Pemkot Palu, menurut dia, akan mendorong masyarakat agar menanam kelor dan ikut dalam pelatihan di Pusat Pembelajaran Kelor.

Ini penting, sehingga kehadiran Pusat Pembelajaran Kelor bisa berdampak pada pendapatan masyarakat melalui penjualan kelor kering.

“Keberadaan pabrik ini akan membantu dalam hal pendapatan masyarakat dan tenaga kerja,” ujar Hadianto Rasyid.

Sementara itu, saat ini KOI telah memiliki 100 petani kelor yang tersebar di wilayah Sulawesi Tengah. Beberapa petani asal Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat juga diberdayakan.

Baca Juga: Pemerintah Tak Bayar Rp2,42 Triliun Klaim Biaya Pelayanan Pasien Covid-19 dari Rumah Sakit

Peluncuran pabrik pertama di Asia Tenggara dengan luas 16 hektare dan luas pengembangannya 100 hektare itu akan dilakukan tahun ini dengan 40 produk.

“KOI jadi pusat pembelajaran kelor di Asia Tenggara, fasilitasnya disiapkan sempurna,” kata pemilik Moringa Organik Indonesia Dudi Krisnadi, secara terpisah.

Ia menyebut, Kelor Organik Indonesia memiliki tiga unit pengelolaan kelor yakni unit pangan, obat tradisional, dan kosmetik.

Di Pusat Pembelajaran Kelor pertama di Asia Tenggara, rencananya juga akan ada unit pelatihan, percontohan kebun, serta alat produksi kering. 

Baca Juga: Sistem Pertanian Terpadu Menjawab Tantangan Kemandirian Pangan

Ia menjelaskan, masyarakat yang sudah dididik melalui pelatihan diwajibkan memiliki seribu pohon kelor atau luas sekitar 0,1 hektare.

KOI akan meminjamkan alat pengering, kemudian daun yang sudah kering akan dijual ke pabrik, untuk selanjutnya diolah menjadi produk jadi.

“Seribu pohon itu karena harapan kami petani bisa berproduksi setiap hari. Jadi sebulan bisa hasilkan 50-60 kilogram. Penghasilan juga bisa Rp3 juta per bulan,” beber Dudi Krisnadi.

Baca Juga: Tiga Hari Tes Pramusim MotoGP di Sirkuit Mandalika, Pol Espargaro Tercepat

Hingga saat ini, produk kelor yang dihasilkan dari pabrik akan memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.

“Eropa dan Amerika Serikat permintaan sangat tinggi. Masalah kita bukan kualitas tetapi kuantitas tidak sampai,” ucapnya.

Menurut Dudi Krisnadi, pada Januari 2022 kelor organik baru bisa dihasilkan 1 ton per bulan. Sedangkan permintaan mencapai 45 kontainer, di mana satu kontainer berisi 15 ton.***

Editor: Marianus Susanto Edison

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler