Atas Izin Presiden Jokowi, Gubernur Laiskodat Mengaku Bisa Pukul Bupati yang Gagal Urus Stunting

4 Maret 2022, 14:48 WIB
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat /ANTARA/Benny Jahang

LABUAN BAJO TERKINI- Gubernur Nusa Tenggara Timur,Viktor Bungtilu Laiskodat mengaku telah meminta ijin Presiden Joko Widodo untuk memukul Bupati yang gagal menekankan angka kekerdilan atau stunting di NTT.

Hal itu disampaikan Viktor Laiskodat saat memberi arahan dalam kegiatan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia, Jumat 4 Maret 2022 yang dihadiri Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Politisi NasDem itu menyatakan, waktu melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2017 lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan kepadanya bahwa tahun 2024 stunting nasional harus di angka 14 persen.

Baca Juga: Gubernur Laiskodat: Jangan Ciptakan Kolaborasi Semu Dalam Penanganan Bencana di NTT

Saat itu kata dia, dirinya menjawab Presiden Joko Widodo dengan meminta izin agar memukul Bupati Sumba Barat Daya.

"Saya minta izin begini, boleh nggak saya pukul Bupati jika angka stuntingnya tidak turun? Presiden Joko Widodo waktu itu menjawab, perlu itu,"kata Gubernur Laiskodat

Atas ijin presiden tersebut mata dia, jika ada kabupaten yang angka stuntingnya tidak turun, maka dia akan memukul Bupati karena sudah terlebih dahulu meminta izin kepada Presiden Joko Widodo.

"Jadi para Bupati mohon maaf, bukan saya mau pukul kamu tapi kalo tidak turun-turun saya pukul karena saya sudah minta izin di Presiden. Ini saya omong terang-terangan ini,"tegas Laiskodat.

15 Kabupaten di NTT Darurat Stunting

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, di NTT terdapat 15 kabupaten kategori merah karena angka kekerdilan di atas 30 persen, seperti Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, dan Rote Ndao.

Selain itu, Kabupaten Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka. Bahkan, Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara tercatat angka prevalensi di atas 46 persen.

Sebanyak lima di antara 15 kabupaten di NTT itu, masuk 10 besar daerah dengan angka prevalensi kekerdilan tertinggi di Indonesia dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan kekerdilan. Kelima kabupaten tersebut, Timor Tengah Selatan peringkat pertama, Timor Tengah Utara peringkat kedua, Alor peringkat kelima, Sumba Barat Daya peringkat keenam, dan Manggarai Timur peringkat kedelapan

Baca Juga: Stunting Sangat Berbahaya Bagi Anak, Begini Tips Cegah Stunting Menurut Pakar

BKKBN menyebutkan tujuh kabupaten/kota kategori kuning dengan angka kekerdilan antara 20-30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, serta Flores Timur.

“Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau atau berprevalensi 'stunting' antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi 'stunting' di bawah 10 persen,”.kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulis BKKBN di Jakarta, Jumat 4 Maret 2022.

Guna mengatasi masalah itu, BKKBN telah membentuk 200.000 tim pendamping keluarga yang terdiri atas bidan, PKK, dan kader KB. Nantinya, tim itu akan mengawal keluarga mulai dari sebelum ibu hamil hingga sesudah melahirkan atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak (HPK).

Pemeriksaan calon pengantin tiga bulan sebelum menikah juga dilakukan guna mengantisipasi potensi lahirnya bayi yang menderita kekerdilan. Pemeriksaan akses sanitasi, jamban, dan peningkatan literasi juga digencarkan lewat kolaborasi antarkementerian/lembaga terkait.

Baca Juga: Protes Penolakan Proyek Geothermal Wae Sano Terus Berlanjut, Warga Kembali Datangi Kantor Bupati

Di sisi lain, dengan adanya Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI), penanganan kekerdilan juga akan melibatkan bantuan dari perguruan tinggi, melalui Program Kampus Merdeka yang dinilai efektif dapat meningkatkan edukasi masyarakat terkait dengan kekerdilan.

“Persoalan 'stunting' yang ada di masyarakat kita, tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka. Persoalan 'stunting' adalah persoalan bangsa yang harus kita tuntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan,” ucap Hasto.***

Editor: Silvester Yunani

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler