Indonesia Beli 42 Pesawat Rafale, Pengamat: Langkah Strategis untuk Modernisasi Alutsista

- 11 Februari 2022, 18:13 WIB
Pesawat Tempur Dassault Rafale milik Perancis saat hendak uji Coba Penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma beberapa waktu lalu
Pesawat Tempur Dassault Rafale milik Perancis saat hendak uji Coba Penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma beberapa waktu lalu /Labua Bajo Terkini/HO- TNI AU

LABUAN BAJO TERKINI- Pemerintah Indonesia Baru-baru ini melakukan pembelian pesawat tempur jenis Dassault Rafale dan jenis Scorpene dari Perancis.

Pembelian sebanyak ini mendapat apresiasi dari Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.

Menurut Khairul Fahmi, keputusan membeli 42 pesawat jenis Dassault Rafale ini bukan sudah tepat demi mendukung pembaharuan alat persenjataan TNI.

"Ini bukan pekerjaan mudah untuk melakukan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista)," kata Khairul Fahmi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jum'at 11 Februari 2022.

Baca Juga: 1.155 ASN di Lingkungan Kemenkumham Terpapar Covid-19 Varian Omicron

Menurut Khairul, desakan mengevaluasi dan memodernisasi alutsista TNI kencang disuarakan. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan juga menyampaikan komitmennya untuk terus memodernisasi alutsista.

Langkah Menhan Prabowo Subianto kata dia, tidak mudah, apalagi di tengah keterbatasan anggaran dan kondisi pandemi seperti saat ini.


"Oleh karena itu, pembelian Rafale dan Scorpene ini, saya kira tepat. Terutama dengan keterbatasan anggaran dan ragam tantangan yang kita hadapi," ujar dia.

Pembelian Dassault Rafale dan Scorpene lanjut Khairul, sebagai jawaban atas kebutuhan alutista dalam Negeri yang membutuhkan pesawat dengan spesifikasi tinggi yang bisa dimanfaatkan dalam semua misi.

Baca Juga: Ketua DPR RI: Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 Varian Omicron

Indonesia kata dia lagi, saat ini menghadapi ancaman besar baik di dalam maupun di luar negeri yang berkaitan dengan kedaulatan.

Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), lima negara terbesar dengan porsi 62 persen anggaran belanja militer global, yakni Amerika Serikat (AS), China, India, Rusia, dan Inggris terus meningkatkan belanja pertahanannya.

"Tiongkok bahkan terus mencatat kenaikan signifikan sepanjang 26 tahun terakhir. Bila tidak memiliki pertahanan yang kuat, Indonesia tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi dinamika lingkungan strategis," tegas dia.

Baca Juga: Begini Hasil Analisa Roy Suryo Terkait Video Syur Mirip Briptu Christy

Di satu sisi, Khairul mengakui pemerintah dihadapkan pada situasi sulit dan dilematis dalam merespons dinamika yang ada. Akan tetapi, Indonesia tidak bisa lagi membenturkan urgensi antara pembangunan kesejahteraan dengan upaya menjaga kemampuan pertahanan guna menangkal gangguan dan ancaman kedaulatan negara.

"Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan merupakan salah satu cara untuk memperkecil ancaman terjadinya perang,"pungkasnya.***

Editor: Silvester Yunani

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x