"Tidak perlu buru-buru menilai negatif tentang dwi kewarganegaraan ini. Tentu semua ada plus minusnya," kata Jimly Asshiddiqie, yang hadir secara daring dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan PerCa Indonesia ini.
"Apalagi kita menghadapi kenyataan bahwa perkawinan campuran ini menjadi realitas baru," imbuhnya.
Baca Juga: Kemenkumham Bali Bedah 'Benang Kusut' WNI yang Kehilangan Kewarganegaraan
Anggota DPD RI ini menyebut, tingginya mobilitas di era keterbukaan ini memungkinkan akan semakin meningkatnya angka perkawinan campuran di Indonesia.
Bersamaan dengan itu, maka tidak sedikit jumlah anak-anak bangsa hasil perkawinan campuran yang tersebar di berbagai negara di dunia.
"Berbicara tentang visi Indonesia Emas 2045, apa tidak mungkin kita memaksimalkan potensi anak-anak perkawinan campuran yang kita yakini memiliki SDM unggul ini," ujar Jimly Asshiddiqie.
Baca Juga: Pengadaan Barang dan Jasa Berkontribusi Tingkatkan Transaksi Pembelian Produk Lokal
Menurut dia, salah satu masalah besar yang membuat Indonesia sulit menjadi negara besar adalah karena cenderung fokus di dalam negeri saja. Indonesia tidak seperti SDM di negara lain, yang lebih banyak 'ke luar kandang'.
"Sekarang kita memiliki banyak anak-anak hasil perkawinan campuran di berbagai negara. Apakah tidak mungkin potensi ini dimanfaatkan? Apalagi mereka memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai," ucapnya.
Mencermati realitas ini, Jimly Asshiddiqie mendorong agar penting untuk dilakukan kajian mendalam terkait plus minus Indonesia menerapkan asas dwi kewarganegaraan.