6 Tradisi Unik Masyarakat Adat di Papua, Potong Jari Hingga Bakar Batu, Penjelasan dan Maknanya

12 Juli 2023, 09:08 WIB
6 Tradisi Unik Masyarakat Adat di Papua, Potong Jari Hingga Bakar Batu, Penjelasan dan Maknanya /Labuan Bajo Terkini/Pixabay

LABUAN BAJO TERKINI- Topik pembicaraan tentang Papua seolah-olah tiada habisnya. Selain terkenal dengan sumber daya alam (SDA) berupa tambang emas terbesar di wilayah Indonesia.

Papua juga memiliki tradisi unik warisan kebudayaan leluhur tanah Papua yang menarik untuk diketahui.  

Keistimewaan budaya dan tradisi di pulau yang dijuluki sebagai bumi cenderawasih itu membuat Papua memiliki ciri khas yang membedakannya dari daerah-daerah lain di Indonesia.

Baca Juga: Nama-Nama Bulan Berdasarkan Kebiasaan Para Leluhur Warga Kampung Renden di Manggarai Timur

Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, Papua masih setia dan konsisten menjaga dan mewarisi tradisi budaya kepada anak dan cucu mereka.

Berikut ini penjelasan dan makna 6 tradisi unik budaya Papua:

1. Tradisi Ararem Suku Biak

Tradisi Ararem dalam kebudayaan Papua merupakan budaya asli suku biak. Ararem berarti mas kawin. Tradisi ini biasa digelar pada pernikahan adat Papua.

Rombongan keluarga pengantin laki-laki arak-arakan menghantarkan mas kawin untuk keluarga pengantin perempuan sambil bernyanyi dan diiringi musik tradisional Papua.

Dalam pernikahan adat Papua, tradisi ini dilakukan dua tahap.

Tahapan pertama yaitu musyawarah antara keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan.

Dimana keluarga calon pengantin laki-laki dan keluarga calon pengantin perempuan akan melakukan kesepakatan adat terkait jumlah mas kawin yang harus dibayar oleh keluarga laki-laki.

Setelah kedua belah pihak setuju, maka akan diadakan tahap kedua. Tanggal pelaksanaan pun juga turut ditetapkan pada tahap ini.

Tahap kedua ini prosesnya lebih panjang daripada tahap pertama. Tahapan kedua dimulai dari penyerahan mas kawin yang diiringi rombongan besar.

Selanjutnya adalah pelaksanaan upacara pengiringan (munara yakyaker) selama tujuh hari tujuh malam.

Proses ini berlangsung hingga ritual adat wor. Pada prosesi wor yaitu pengantin wanita akan diiringi rombongan keluarga, diantar menuju rumah pengantin pria.

Baca Juga: Butuh Nyali Besar! 2 Tradisi Adu Kejantanan di Flores Ini Menjadi Daya Tarik Bagi Wisatawan

2. Potong Jari (Iki Palek)

Tradisi potong jari atau disebut sebagai iki palek dalam bahasa daerah suku Dani ini
merupakan ritual kebudayaan Papua yang sudah berlangsung selama ribuan tahun.

Ritual adat potong jari ini terkesan ekstrim dan menyeramkan tetapi ritual tersebut memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat di Papua.

Makna budaya potong jari adalah sebagai ungkapan kesetiaan dan rasa kehilangan teramat dalam terhadap anggota keluarga yang meninggal dunia.

Bagi masyarakat suku Dani, kesedihan karena kematian anggota keluarga tidak cukup hanya diucapkan dengan menangis saja.

Mereka memiliki keyakinan bahwa potong akan merupakan satu-satunya cara untuk menghapus rasa duka atas kehilangan orang tercinta.

Bagi masyarakat di suku Dani, ritual potong jari merupakan simbol kekuatan dan persatuan.

Kamu tidak perlu heran ketika bertemu  dengan masyarakat adat suku Dani yang kehilangan beberapa jari tangan mereka.

Banyaknya jumlah jari yang tangan hilang itu menandakan jumlah anggota keluarga yang telah meninggal dunia.

3. Pembuatan tifa dengan darah

Selain ritual potong jari sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada jenazah keluarga yang meninggal dunia, ada lagi ritual kebudayaan Papua yang tidak kalah seram yaitu membuat tifa menggunakan darah manusia sebagai bahan perekat.

Tifa merupakan jenis alat musik tradisional Papua yang memiliki kemiripan gedang. Bahan yang digunakan untuk membuat tifa adalah kulit biawak.

Proses pembuatan Tifa menggunakan darah sebagai bahan perekat. Tradisi kebudayaan ini berasal dari suku Kamoro.

Dalam proses pembuatan Tifa, sebelum kulit biawak ditempelkan ke ujung gendang kayu, sederet pria Kamoro rela menyumbangkan darah mereka sebagai perekat tifa.

Biasanya para pembuat tifa yang menyilet paha mereka akan menampung kucuran darah menggunakan cangkang kerang.

Setelah darah yang ditampung itu cukup untuk dipakai sebagai perekat tifa, lalu darah akan mengoleskan ke gendang tifa sebagaimana mereka mengoleskan lem.

Kulit biawak pun direkatkan sambil ditarik kencang. Mereka akan memasangkan tali pengikat supaya kulit biawak bisa merekat dengan baik.

Baca Juga: Ivan Nestorman Ajak Masyarakat Nikmati Keindahan Musik Tradisi Indonesia

4. Mansorandak

Selanjutnya tradisi mansorandak. Tradisi ini merupakan tradisi penyambutan bagi tamu bagi masyarakat suku Biak yang pulang dari perantauan yang cukup lama.

Masyarakat suku Biak yang pulang dari perantauan cukup lama akan disambut dalam upaya Mansorandak sebagai wujud syukur karena orang yang disambut sudah bisa pulang ke kampung halaman.

Tradisi mansorandak dalam kebudayaan Biak merupakan biasanya dilakukan oleh warga yang mendiami daerah sekitar Teluk Doreri di Manokwari.

Dalam proses ritual kebudayaan tersebut dilakukan dengan cara menginjak piring yang diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang ikut serta dalam perjalanan pulang.

5. Bakar Batu

Selanjutnya ada tradisi bakar batu, atau barapen dalam bahasa lokal Jayawijaya. Tradisi ini merupakan wujud ungkapan syukur, menjalin silaturahmi.

Dalam sejarah nenek moyang masyarakat Jayawijaya, tradisi tersebut digelar ketika
hendak mengumpulkan prajurit perang.

Tradisi ini hanya dilakukan oleh suku yang mendiami wilayah pegunungan di sekitar lembah Baliem, Nabire, Paniai, Dekai, pegunungan Bintang, sekitar pegunungan Tengah, Yahukimo, serta Jayawijaya.

Selain untuk mengungkapkan rasa syukur dan saat mengumpulkan pasukan perang,
tradisi bakar batu juga biasanya dilakukan untuk menyambut rombongan tamu agung seperti Bupati, Gubernur, Presiden, atau tamu kehormatan lainnya.

Baca Juga: 25 Tahun Tanpa Penerangan, 10 Kampung di Papua Barat Daya Kini Bisa Nikmati Listrik PLN 24 Jam

6. Tanam Sasi

Budaya Papua terakhir yang akan kita bahas bersama adalah tradisi tanam sasi.

Tradisi ini merupakan tradisi upacara adat kematian yang diadakan di suku Marind atau Marind- Anim di Kabupaten Merauke.

'Sasi' sendiri merupakan media utama berbahan kayu yang digunakan dalam upacara ini.

Sasi akan ditanam selama 40 hari setelah kematian seseorang di daerah tersebut. Lalu, sasi akan dicabut dari tempatnya setelah 1.000 hari ditanam.

Upacara tanam sasi ini dilakukan untuk menggambarkan rasa sedih yang dialami keluarga yang sedang berduka.

Selain dilakukan untuk mengungkapkan rasa sedih keluarga, upacara tanam sasi dilakukan sebagai bentuk pemberitahuan bahwa ada yang meninggal dunia di suatu desa.

itulah enam budaya Papua yang menarik dan tidak dijumpai di daerah-daerah lain di Indonesia.***

Editor: Silvester Yunani

Tags

Terkini

Terpopuler